Oleh Ustadz Kholid Syamhudi
Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak merubah keadaan suatu kaum yang berada
dalam kenikmatan dan kesejahteraan, sehingga mereka merubahnya sendiri.
Juga tidak merubah suatu kaum yang hina dan rendah, kecuali mereka
merubah keadaan mereka sendiri. Yaitu dengan menjalankan sebab-sebab
yang dapat mengantarnya kepada kemulian dan kejayaan. Inilah yang
dijelaskan Allah dalam firman-Nya:
"Artinya : Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga
mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri."
[Ar-Ra'd/13:11].
Dalam ayat yang mulia ini terkandung penjelasan, bahwasanya semua
perkara di seluruh dunia ini terjadi dengan taqdir dan perintah-Nya.
Namun Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menjadikan sunnah- sunnah kauniyah
dan syari'at dalam merubah nasib suatu kaum. Sehingga umat yang
menjalankan sunnah-sunnah kauniyah dan syari'at untuk kejayaan, maka
Allah Subhanahu wa Ta'ala merubahnya menjadi jaya. Demikian juga
sebaliknya, apabila mereka menjalankan sunnah-sunnah Allah untuk
kerendahan dan kehinaan, maka Allah menjadikan mereka hina dan rendah.
Hal ini telah terjadi pada umat-umat terdahulu, yang semestinya menjadi
pelajaran bagi umat manusia pada zaman sesudahnya.
KEHANCURAN UMAT NABI NUH
Manusia hidup beberapa kurun setelah Adam. Mereka bersatu dan berjalan
di atas petunjuk Allah Subhanahu wa Ta'ala, hingga kemudian terjadi
penyimpangan di kalangan mereka. Yaitu mereka melakukan penyembahan
kepada patung orang-orang shalih yang bernama Wadd, Suwa`, Yaghuts,
Ya'uq dan Nasr. Maka diutuslah seorang nabi ke tengah mereka, yang
dikenal dengan kejujuran, sifat amanah dan kemuliaan akhlaknya. Yakni
Allah mengutus Nabi Nuh Alaihissalam, untuk mengajak kaumnya agar
beribadah hanya kepada Allah. Allah berfirman :
"Artinya: Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya (dengan
memerintahkan): "Berilah kaummu peringatan sebelum datang kepadanya
adzab yang pedih". Nuh berkata: "Hai kaumku, sesungguhnya aku adalah
pemberi peringatan yang menjelaskan kepadamu, (yaitu) sembahlah olehmu
Allah, bertakwalah kepada-Nya dan taatlah kepadaku, niscaya Allah akan
mengampuni sebagian dosa-dosamu dan menangguhkan kamu sampai kepada
waktu yang ditentukan. Sesungguhnya ketetapan Allah apabila telah datang
tidak dapat ditangguhkan, kalau kamu mengetahui". [Nuh/71:1-4]
Namun ajakan Nabi Nuh Alaihissalam ini disambut dengan hinaan dan
hujatan, bahwa beliau sudah sesat. Diceritakan dalam firman Allah
Subhanahu wa Ta'ala :
"Artinya: Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu ia
berkata: "Wahai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Ilah bagimu
selain-Nya. Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut
kamu akan ditimpa adzab hari yang besar (kiamat)". Pemuka-pemuka dari
kaumnya berkata: "Sesungguhnya kami memandang kamu berada dalam
kesesatan yang nyata". [Al A'raf/7:59-60]
Lalu Nabi Nuh Alaihissalam pun memberikan jawaban, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
"Artinya: Nuh menjawab: "Hai kaumku, tak ada padaku kesesatan
sedikitpun, tetapi aku adalah utusan dari Rabb semesta alam. Aku
sampaikan kepadamu amanat-amanat Rabbku dan aku memberi nasihat
kepadamu, dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui".
Dan apakah kamu (tidak percaya) dan heran bahwa datang kepadamu
peringatan dari Rabbmu dengan perantaraan seorang laki-laki dari
golonganmu agar dia memberi peringatan kepadamu, dan mudah-mudahan kamu
bertakwa dan supaya kamu mendapat rahmat". [Al A'raf/7:61-63].
Namun mereka tetap mendustakan dan kufur terhadap Allah Subhanahu wa
Ta'ala , hingga kemudian Allah selamatkan Nabi Nuh beserta pengikutnya
dan tenggelamkan orang-orang yang membangkang. Allah menceritakan dalam
firman-Nya :
"Artinya: Maka mereka mendustakan Nuh, kemudian Kami selamatkan dia dan
orang-orang yang bersamanya di dalam bahtera, dan Kami tenggelamkan
orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Sesungguhnya mereka adalah
kaum yang buta (mata hatinya)". [Al A'raf/7:64]
KEHANCURAN UMAT NABI HUD
Allah Subhanahu wa Ta'ala mengutus Nabi Hud Alaihissalam kepada kaum 'Ad
yang menghuni daerah al Ahqaf di sekitar Hadhramaut, Yaman. Suatu kaum
yang dikaruniani kelebihan dalam hal kekuatan, perawakan dan kekuasaan,
namun mereka berbuat syirik dan melakukan kediktatoran, kezhaliman dan
menjajah hamba-hamba Allah. Kaum 'Ad berkata: "Siapakah yang lebih besar
kekuatannya dari kami". [Fushshilat/41:15]
Allah mengisahkan perdebatan antara Nabi Hud Alaihissalam dengan kaumnya dalam firman-Nya dalam surat al A'raf/7 ayat 65-71 :
"Artinya: Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum 'Ad saudara mereka, Hud.
Ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Ilah
bagimu selain-Nya. Maka mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?"
Pemuka-pemuka yang kafir dari kaumnya berkata: "Sesungguhnya kami
benar-benar memandang kamu dalam keadaan kurang akal, dan sesungguhnya
kami menganggap kamu termasuk orang-orang yang berdusta".
Hud berkata: "Hai kaumku, tidak ada padaku kekurangan akal sedikitpun,
tetapi aku ini adalah utusan dari Rabb semesta alam. Aku menyampaikan
amanat-amanat Rabbku kepadamu dan aku hanyalah pemberi nasihat yang
terpercaya bagimu".
Apakah kamu (tidak percaya) dan heran bahwa datang kepadamu peringatan
dari Rabbmu yang dibawa oleh seorang laki-laki di antaramu untuk memberi
peringatan kepadamu. Dan ingatlah oleh kamu sekalian di waktu Allah
menjadikan kamu sebagai pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah
lenyapnya kaum Nuh, dan Rabb telah melebihkan kekuatan tubuh dan
perawakanmu (daripada kaum Nuh itu). Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah
supaya kamu mendapat keberuntungan.
Mereka berkata: "Apakah kamu datang kepada kami, agar kami hanya
menyembah Allah saja dan meninggalkan apa yang biasa disembah oleh
bapak-bapak kami, maka datanglah adzab yang kamu ancamkan kepada kami
jika kamu termasuk orang-orang yang benar".
Ia (Hud) berkata: "Sungguh sudah pasti kamu akan ditimpa adzab dan
kemarahan dari Rabbmu. Apakah kamu sekalian hendak berbantah dengan aku
tentang nama-nama (berhala) yang kamu dan nenekmu menamakannya, padahal
Allah sekali-kali tidak menurunkan hujjah untuk itu. Maka tunggulah
(adzab itu), sesungguhnya aku juga termasuk orang yang menunggu bersama
kamu".
Bahkan mereka menantang didatangkan adzab Allah sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah :
"Artinya: Mereka menjawab: "Apakah kamu datang kepada kami untuk
memalingkan kami dari (menyembah) ilah-ilah kami? Maka datangkanlah
kepada kami adzab yang telah kamu ancamkan kepada kami jika kamu
termasuk orang-orang yang benar". [Al Ahqaf/46:22].
Setelah itu Allah mendatangkan adzab yang membentang di ufuk pada waktu
mereka sangat membutuhkan hujan. Datanglah awan yang mereka anggap
sebagai tanda datangnya nikmat hujan yang mereka nantikan, namun
ternyata adalah adzab Allah kepada mereka. Allah berfirman :
"Artinya: Maka tatkala mereka melihat adzab itu berupa awan yang menuju
ke lembah-lembah mereka, berkatalah mereka: "Inilah awan yang akan
menurunkan hujan kepada kami".(Bukan)! Bahkan itulah adzab yang kamu
minta supaya datang dengan segera, (yaitu) angin yang mengandung adzab
yang pedih, yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Rabbnya,
maka jadilah mereka tidak ada yang kelihatan lagi kecuali (bekas-bekas)
tempat tinggal mereka. Demikianlah Kami memberi balasan kepada kaum yang
berdosa." [Al Ahqaf/46:24-25].
Dalam ayat lain, yaitu dalam surat al Haqqah ayat 6 – 8, Allah menjelaskan keadaan mereka :
"Artinya: Adapun kaum 'Aad maka mereka telah dibinasakan dengan angin
yang sangat dingin lagi amat kencang. yang Allah menimpakan angin itu
kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari terus menerus; maka
kamu lihat kamu 'Aad pada waktu itu mati bergelimpangan seakan-akan
mereka tanggul-tanggul pohon kurma yang telah kosong (lapuk). Maka kamu
tidak melihat seorangpun yang tinggal di antara mereka.
Syaikh 'Abdurrahman as-Sa'di mengatakan, setelah mereka menguasai dunia
dan mencapai kemulian, semua kebutuhan hidup terpenuhi, daerah dan
kabilah di sekelilingnya tunduk kepada mereka, tiba-tiba Allah mengirim
angin yang sangat dingin dan kencang saat hari-hari bencana tersebut
agar mereka merasakan kehinaan di dunia, dan adzab akhirat lebih
menghinakan lagi. [1]
Kaum Nabi Hud Alaihissalam dihancurkan Allah dengan angin yang sangat
kencang dan dingin selama tujuh malam delapan hari, disebabkan kekufuran
dan kemaksiatan mereka terhadap Allah dan Rasul-Nya.
KEHANCURAN UMAT NABI SHALIH
Kaum Tsamud adalah satu suku terkenal yang tinggal di daerah al Hajar
yang berada antara al Hijaz dengan Tabuk. Mereka adalah kaum setelah
kaum 'Ad dan menyembah berhala.
Tempat tinggal mereka terkenal sebagai daerah agraris. Mereka bercocok
tanam dan beternak. Mereka betul-betul dipenuhi dengan kenikmatan,
sehingga mereka membuat istana-istana yang megah di dataran, dan daerah
perbukitan mereka bentuk rumah-rumah yang dipahat dengan indahnya. Namun
mereka mengkufuri nikmat tersebut dan menyembah selain Allah. Kemudian
Allah mengutus Nabi Shalih yang telah terkenal nasabnya, kedudukannya
yang tinggi, kemulian akhlaknya, kejujuran dan amanahnya untuk menyeru
kepada tauhid dan meninggalkan sesembahan selain Allah.
Mendengar seruan Nabi Shalih ini, mereka melakukan penolakan terhadap ajakan beliau. Allah menceritakan dalam firman-Nya :
"Artinya: Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum Tsamud saudara mereka, Shalih. Ia berkata:
"Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Ilah bagimu
selain-Nya. Sesungguhnya telah datang bukti yang nyata kepadamu dari
Rabbmu. Unta betina Allah ini menjadi tanda bagimu, maka biarkanlah dia
makan di bumi Allah, dan janganlah kamu mengganggunya, dengan gangguan
apapun, (yang karenanya) kamu akan ditimpa siksaan yang pedih".
"Dan ingatlah olehmu di waktu Allah menjadikan kamu pengganti-pengganti
(yang berkuasa) sesudah kaum 'Ad dan memberikan tempat bagimu di bumi.
Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat
gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah, maka ingatlah nikmat-nikmat
Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan".
Pemuka-pemuka yang menyombongkan diri di antara kaumnya berkata kepada
orang-orang yang dianggap lemah yang telah beriman di antara mereka:
"Tahukah kamu bahwa Shalih diutus (menjadi rasul) oleh Rabbnya?"
Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami beriman kepada wahyu, yang Shalih diutus untuk menyampaikannya,"
Orang-orang yang menyombongkan diri berkata: "Sesungguhnya kami adalah
orang yang tidak percaya kepada apa yang kamu imani itu," kemudian
mereka sembelih unta betina itu, dan mereka berlaku angkuh terhadap
perintah Rabb. Dan mereka berkata: "Hai Shalih, datangkanlah apa yang
kamu ancamkan itu kepada kami, jika (betul) kamu termasuk orang-orang
yang diutus (Allah)". [Al A'raf/7:73-77]
Kemudian Nabi Shalih menjawab: "Bersukarialah kamu sekalian di rumahmu
selama tiga hari, itu adalah janji yang tidak dapat didustakan". -
[Hud/11 ayat 65]. Mendengar seruan itu, mereka pun berkeinginan membunuh
Nabi Shalih sebagaimana membunuh onta tersebut. Allah menceritakan
dalam firman-Nya :
"Artinya : Mereka berkata: "Bersumpahlah kamu dengan nama Allah, bahwa
kita sungguh-sungguh akan menyerangnya dengan tiba-tiba beserta
keluarganya di malam hari, kemudian kita katakan kepada warisnya (bahwa)
kita tidak menyaksikan kematian keluarganya itu, dan sesungguhnya kita
adalah orang-orang yang benar". [An-Naml/27:49]
Maka Allah menjawab dengan firman-Nya :
"Artinya: Dan mereka pun merencanakan makar dengan sungguh-sungguh dan
Kami merencanakan makar (pula), sedang mereka tidak menyadari. Maka
perhatikanlah betapa sesungguhnya akibat makar mereka itu, bahwasanya
Kami membinasakan mereka dan kaum mereka semuanya. Maka itulah
rumah-rumah mereka dalam keadaan runtuh disebabkan kezhaliman mereka.
Sesungguhnya pada demikian itu (terdapat) pelajaran bagi kaum yang
mengetahui ". [An-Naml/27:50-52]
Allah mengirimkan batu besar kepada orang-orang yang bermaksud membunuh
Nabi Shalih, dan menimpa mereka, sehingga mereka semua binasa sebelum
kebinasaan kaumnya. Sedangkan kaum Tsamud, mereka menunggu tiga hari
setelah peringatan Nabi Shalih, dimulai hari Kamis. Pada pagi hari
Ahadnya, mereka bersiap-siap dan duduk menunggu apa yang akan terjadi
atas diri mereka pada hari itu.
Ketika matahari terbit, datanglah suara keras mengguntur (halilintar)
dari langit di atas mereka, dan digoyang gempa dari bawah sehingga
mayat-mayat bergelimpangan di tempat-tempat mereka. Allah berfirman :
"Artinya: Maka mereka dibinasakan oleh suara keras yang mengguntur di waktu pagi" [Al Hijr/15 : 83]
Dan firman-Nya :
"Artinya: Karena itu mereka ditimpa gempa, maka jadilah mereka
mayat-mayat yang bergelimpangan ditempat tinggal mereka" [Al A'raf/
7:78].
Demikianlah nasib umat yang kufur dan bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mengapakah kita tidak mengambil pelajaran?
KEHANCURAN UMAT NABI LUTH
Nabi Luth pergi meninggalkan tempat tinggal pamannya, yaitu Nabi
Ibrahim, dan kemudian tinggal di kota Sadum (Sodom) di Palestina.
Penduduk kota ini adalah penganut paganisme dan melakukan kemungkaran
yang belum pernah dilakukan satu umat pun sebelum mereka.
Kemungkaran apa yang mereka lakukan? Yaitu mereka melakukan hubungan
seksual sejenis (homo seksual). Nabi Luth telah mendakwahi mereka untuk
beribadah hanya kepada Allah dan meninggalkan kemungkaran tersebut,
namun mereka manolaknya.
Ketika Allah ingin menghancurkan mereka, maka Allah mengutus para
malaikatnya dalam bentuk pemuda yang bertamu kepada Nabi Luth. Dan
beliau pun merasa sempit, sebab kaumnya tidak akan membiarkan para
tamunya begitu saja. Terjadilah perdebatan antara beliau dengan kaumnya
yang Allah abadikan dalam firman-Nya :
"Artinya: Dan tatkala datang utusan-utusan Kami (para malaikat) itu
kepada Luth, dia merasa susah dan merasa sempit dadanya karena
kedatangan mereka, dan dia berkata : "Ini adalah hari yang amat sulit".
Dan datanglah kepadanya kaumnya dengan bergegas-gegas. Dan sejak dahulu
mereka selalu melakukan perbuatan-perbuatan yang keji.
Luth berkata: "Hai kaumku, inilah puteri-puteriku, mereka lebih suci
bagimu, maka bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu mencemarkan
(nama)ku terhadap tamuku ini. Tidak adakah di antaramu seorang yang
berakal"
Mereka menjawab: "Sesungguhnya kamu telah tahu bahwa kami tidak
mempunyai keinginan terhadap puteri-puterimu; dan sesungguhnya kamu
tentu mengetahui apa yang sebenarnya kami kehendaki".
Luth berkata: "Seandainya aku ada mempunyai kekuatan (untuk menolakmu)
atau kalau aku dapat berlindung kepada keluarga yang kuat (tentu aku
lakukan)".
Para utusan (malaikat) berkata :"Hai Luth, sesungguhnya kami adalah
utusan-utusan Rabbmu, sekali-kali mereka tidak akan dapat mengganggu
kamu, sebab itu pergilah dengan membawa keluarga dan pengikut-pengikut
kamu di akhir malam dan janganlah ada seorang pun di antara kamu yang
tertinggal, kecuali isterimu. Sesungguhnya dia akan ditimpa adzab yang
menimpa mereka, karena sesungguhnya saat jatuhnya adzab kepada mereka
ialah di waktu Subuh; bukankah Subuh itu sudah dekat" [Hud/11:77-81]
Maka berangkatlah Nabi Luth bersama keluarganya meninggalkan kota
tersebut. Menurut Ibnu Katsir rahimahullah, keluarga yang mengikuti Nabi
Luth adalah kedua putri beliau saja. [1]
Ketika terbit matahari datanglah adzab Allah kepada kaum Luth. Allah berfirman :
"Artinya: Maka tatkala datang adzab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth
itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan
batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi, yang diberi tanda
oleh Rabbmu, dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang
zhalim." [Hud/11:82-83].
Demikianlah siksaan dan bencana, ia akan menimpa kepada orang yang berbuat zhalim. Mengapakah kita tidak mengambil pelajaran?
KEHANCURAN UMAT NABI SYU'AIB
Umat Nabi Syu'aib adalah penduduk kota Madyan yang menyembah pohon al
Aikah dan senang berbuat curang dalam takaran dan timbangan. Oleh karena
itu Allah mengutus Nabi Syu'aib untuk mengajak mereka menyembah Allah
dan meninggalkan perbuatan buruk tersebut. Namun mereka menolak ajakan
tersebut. Allah mengisahkan dalam firman-Nya :
"Artinya: Dan kepada (penduduk) Madyan (Kami utus) saudara mereka
Syu'aib. Ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada
Ilah bagimu selain Dia. Dan janganlah kamu kurangi takaran dan
timbangan, sesungguhnya aku melihat kamu dalam keadaan yang baik (mampu)
dan sesungguhnya aku khawatir terhadapmu akan adzab hari yang
membinasakan (kiamat)".
Dan Syu'aib berkata: "Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan
dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak
mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat
kerusakan. Sisa (keuntungan) dari Allah adalah lebih baik bagimu jika
kamu orang-orang yang beriman. Dan aku bukanlah seorang penjaga atas
dirimu".
Mereka berkata: "Hai Syu'aib, apakah shalatmu menyuruh kamu agar kami
meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami atau melarang kami
memperbuat apa yang kami kehendaki tentang harta kami. Sesungguhnya kamu
adalah orang yang sangat penyantun lagi berakal".
Syu'aib berkata: "Hai kaumku, bagaimana pikiranmu jika aku mempunyai
bukti yang nyata dari Rabbku dan dianugerahi-Nya aku dari pada-Nya rizki
yang baik (patutkah aku menyalahi perintahnya). Dan aku tidak
berkehendak mengerjakan apa yang aku larang kamu daripadanya. Aku tidak
bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih
berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan
(pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya
kepada-Nya-lah aku kembali.
Hai kaumku, janganlah hendaknya pertentangan antara aku (dengan kamu)
menyebabkan kamu menjadi jahat hingga kamu ditimpa adzab seperti yang
menimpah kaum Nuh atau kaum Shalih, sedang kaum Luth tidak (pula) jauh
(tempatnya) dari kamu. Dan mohonlah ampun kepada Rabbmu kemudian
bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Rabbku Maha Penyayang lagi Maha
Pengasih".
Mereka berkata: "Hai Syu'aib, kami tidak banyak mengerti tentang apa
yang kamu katakan itu dan sesungguhnya kami benar-benar melihat kamu
seorang yang lemah di antara kami; kalau tidaklah karena keluargamu
tentulah kami telah merajam kamu, sedang kamupun bukanlah seorang yang
berwibawa di sisi kami".
Syu'aib menjawab: "Hai kaumku, apakah keluargaku lebih terhormat menurut
pandanganmu daripada Allah, sedang Allah kamu jadikan sesuatu yang
terbuang di belakangmu. Sesungguhnya (pengetahuan) Rabbku meliputi apa
yang kamu kerjakan".
Dan (dia berkata): "Hai kaumku, berbuatlah menurut kemampuanmu,
sesungguhnya akupun berbuat (pula). Kelak kamu akan mengetahui siapa
yang akan ditimpa adzab yang menghinakannya dan siapa yang berdusta. Dan
tunggulah adzab (Rabb), sesungguhnya akupun menunggu bersama kamu".
Dan tatkala datang adzab Kami, Kami selamatkan Syu'aib dan orang-orang
yang beriman bersama-sama dengan dia dengan rahmat dari Kami, dan
orang-orang yang zhalim dibinasakan oleh satu suara yang mengguntur,
lalu jadilah mereka bergelimpangan di tempat tinggalnya. Seolah-olah
mereka belum pernah berdiam di tempat itu. Ingatlah, kebinasaanlah bagi
penduduk Madyan sebagaimana kaum Tsamud telah binasa" [Hud/11:84-95].
Dalam surat al A'raf/7 ayat 91-92, Allah menceritakan kehancuran kaum Nabi Syu'aib dengan gempa dalam firman-Nya :
"Artinya: Kemudian mereka ditimpa gempa, maka jadilah mereka mayat-mayat
yang bergelimpangan di dalam rumah-rumah mereka. (Yaitu) orang-orang
yang mendustakan Syu'aib seolah-olah mereka belum pernah berdiam di kota
itu; orang-orang yang mendustakan Syu'aib mereka itulah orang-orang
yang merugi".
Juga dalam surat asy-Syu'ara/26 ayat 189-190, Allah menjelaskan kehancuran mereka dengan firman-Nya :
"Artinya: Kemudian mereka mendustakan Syu'aib, lalu mereka ditimpa adzab
pada hari mereka dinaungi awan. Sesungguhnya adzab itu adalah adzab
hari yang besar. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda (kekuasaan Allah), tetapi kebanyakan mereka tidak
beriman".
Demikianlah kaum Nabi Syu'aib q , mereka diadzab dengan tiga adzab
sekaligus. Yaitu gempa, suara keras mengguntur dan awan gelap yang
menaungi mereka. Semua itu disebabkan karena kekufuran dan kemaksiatan
mereka.
KEHANCURAN KAUM SABA`
Diantara kaum yang diadzab Allah adalah kaum Saba'. Kisah mereka
diabadikan dalam al Qur`an untuk dijadikan pelajaran bagi kita. Allah
berfirman :
"Artinya: Sesungguhnya bagi kaum Saba` ada tanda (kekuasaan Rabb) di
tempat kediaman mereka, yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di
sebelah kiri. (Kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu dari rizki
yang (dianugerahkan) Rabb-mu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya.
(Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Rabb-mu) adalah Rabb Yang Maha
Pengampun".
Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang
besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi
(pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon
Sidr. Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka karena kekafiran
mereka. Dan Kami tidak menjatuhkan adzab (yang demikian itu), melainkan
hanya kepada orang-orang yang sangat kafir. Dan kami jadikan antara
mereka dan antara negeri-negeri yang Kami limpahkan berkat kepadanya,
beberapa negeri yang berdekatan dan Kami tetapkan antara negeri-negeri
itu (jarak-jarak) perjalanan. Berjalanlah kamu di kota-kota itu pada
malam dan siang hari dengan aman.
Maka mereka berkata:"Ya Rabb kami jauhkanlah jarak perjalanan kami," dan
mereka menganiaya diri mereka sendiri; maka Kami jadikan mereka buah
mulut dan Kami hancurkan mereka sehancur-hancurnya. Sesungguhnya pada
yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi
setiap orang yang sabar lagi bersyukur. " [Saba`/34:15-19]
Demikianlah Allah hancurkan Negeri Saba` yang makmur dan sentosa dengan
banjir yang besar, sehingga kebun-kebun mereka hancur berantakan dan
hanya ditumbuhi pohon-pohon Atsl dan Sidr. Ini semua menjadi pelajaran
berharga bagi umat manusia.
PELAJARAN BERHARGA
Dari kisah-kisah umat-umat terdahulu, ternyata bencana dan musibah
ditimpakan pada suatu umat karena perbuatan maksiat. Hal ini dijelaskan
juga dalam banyak hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, di
antaranya dalam hadits Ibnu 'Umar, bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda:
"Artinya : Hai orang-orang Muhajirin, lima perkara; jika kamu ditimpa
lima perkara ini, aku mohon perlindungan kepada Allah agar kamu tidak
mendapatinya. (1) Perbuatan keji (seperti: bakhil, zina, minum khamr,
judi, merampok dan lainnya) tidaklah dilakukan pada suatu masyarakat
dengan terang-terangan, kecuali akan tersebar wabah penyakit tha’un dan
penyakit-penyakit lainnya yang tidak ada pada orang-orang dahulu yang
telah lewat. (2) Orang-orang tidak mengurangi takaran dan timbangan,
kecuali mereka akan disiksa dengan paceklik, kehidupan susah, dan
kezhaliman pemerintah. (3) Orang-orang tidak menahan zakat hartanya,
kecuali hujan dari langit juga akan ditahan dari mereka. Seandainya
bukan karena hewan-hewan, manusia tidak akan diberi hujan. (4)
Orang-orang tidak membatalkan perjanjian Allah dan perjanjian Rasul-Nya,
kecuali Allah akan menjadikan musuh dari selain mereka (orang-orang
kafir) menguasai mereka dan merampas sebagian yang ada di tangan mereka.
(4) Dan selama pemimpin-pemimpin (negara, masyarakat) tidak menghukumi
dengan kitab Allah, dan memilih-milih sebagian apa yang Allah turunkan,
kecuali Allah menjadikan permusuhan di antara mereka. [2]
Oleh karena itu hendaknya kita semua kembali bertaubat dan meninggalkan
semua bentuk kemaksiatan, kembali berpegang teguh dan mengamalkan ajaran
Islam sebagaimana yang telah diajarkan Rasulullah n dan difahami para
sahabat, tabi'in dan kaum salafush-shalih. Itulah jalan satu-satunya
terhindar dari kehinaan. Mudah-mudahan bermanfaat.
Maraji`:
1. Taisir al Lathif al Manan fi Khulashah Tafsir al Qur`an, Syaikh
'Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, Cetakan ke-3, Tahun 1414 H, Tanpa
penerbit.
2. Shahih Qashash al Anbiya`, Syaikh Salim bin 'Id al Hilali, Cetakan ke-1, Tahun 1422 H, Maktabah al Furqan.
[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun XI/1428H/2007M, Rubrik
Mabhats, Alamat Redaksi : Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo -
Solo 57183, Telp. 0271-5891016]
_________
Footnote
[1]. Tafsir Al-Lathif Al-Mannan Fi Khulashah Tafsir Al-Qur'an, halaman 152
[2]. HR Ibnu Majah no. 4019, Al-Bazzar, Al-Baihaqi dari Ibnu Umar.
Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 106 Shahih
At-Targhib wat-Tarhib no. 764, Maktabah Al-Ma'arif.